ANAK PEDULI BANGSA

Daerah Kumuh Vs Daerah Elit part 1

DERAH KUMUH VS DAERAH ELITE
IBUKOTA JAKARTA
(Si Miskin dan Si Kaya)

Abstraksi
Dalam tulisan ini berfokus kepada perbedaan yang besar antara kelompok penduduk yang kaya dan kelompok penduduk yang miskin yang ada di ibu kita Jakarta sehingga menimbulkan suatu GAP yang sangat signifikan, kenapa itu bisa terjadi?? padahal jarak dari kelompok penduduk yang satu dengan yang lain ( kumuh dan kaya ) tidaklah berjauhan tetapi amat berdekatan. Itu merupakan pertanyaan yang besar bagi kita dan apa sebenarnya yang pemerintah sudah lakukan untuk menanggulangi masalah yang sudah menjadi klise di telinga kita


Di zaman sekarang Jakarta menjadi Ibukota Republik Indonesia sudah sepantasnya mendapatkan pembangjnan yang merata di setiap sudutnya. Namun sungguh ironis di kala kita menemukan lingkungan-lingkungan yang tidak mencerminkan Ibukota Negara.seperti penelusuran yang kami lakukan pada tanggal 20 januari, yang lalu mensurvei suatu pemukiman kumuh di daerah Palmerah Jakarta selatan. Daerah yang berada di balik gedung –gedung perkantoran ini, merupakan lingkungan yang tidak berkesinambungan dengan lingkungan sekitarnya. Gedung –gedung yang tinggi menjulang bagaikan potret yang menutupi boroknya Jakarta.
Bisa dikatakan sebagian dari mereka sudah hidup disana selama bertahun tahun, seperti Bapak Suroto, dia sudah tinggal di daerah kumuh kurang lebih dari 12 tahun. Hidup dengan seadanya membuat mereka seakan akan tidak ada beban hidup dan menjalani hidup dengan santai dan itu menggambarkan kepasrahaan yang besar di raut wajah mereka. Apa ini potret bangsa kita? Bila iya, sungguh potret bangsa kita suram. Dari hasil survei dan wawancara kami di sekitar lingkungan tersebut maupun lingkungan di daerah lain sepeti Bekasi dan Cibubur. Masyarakat di sana adalah sebagian besar bekerja sebagai pekerja serabutan seperti pemulung pedangang asongan, kuli panggul, pedagang kaki lima mereka semua mempunyai penghasilan yang tidak menentu dan bahkan pengangguran yang semakin meningkat memperburuk citra potret bangsa kita. Orang-orang yang tinggal di lingkungan kumuh mempunyai kegiatan yang stagnan dan bisa dikatakan tidak memiliki kegiatan yang bererti seperti bercengkrama dengan teman sejawat dengan bertelanjang dada, menghisap sepuntung rokok kretek dan ngopi, sungguh jauh dengan wajah dunia sekarang yang sudah menuju kepada arah “shift Happens”[1]. Maka sudah tidak heran kenapa kita bisa tertinggal jauh dengan Negara tetangga kita, semua tidak akan berubah bila sikap dari mayoritas penduduk kita yang mulai di benahi sedikit demi sedikit dan itu merupakan tugas yang sangat cocok nila di alamatkan ke Dinas SDM,dan DINASKERTRANS bagaimana kinerja mereka dapat mengembangkan manusia yang unggul dari tingkatan mulai dari level bawah ini.
Di saat kelompok kami melakukan servei di jalanan Palmerah kami melihat seorang pemulung dan kami berbincang sedikit, dia mengaku bahwa dia terpaksa bekerja mengumpulkan barang bekas dan mengumpulkan sampah untuk menyambung hidup  selama dia tinggal di Jakarta. Banyak orang orang yang ingin mengadu nasib ke Jakarta, tapi orang orang itu kebanyakan hanya bermodalkan nekad saja tanpa adanya skill yang mendukung mereka untuk bekerja di Jakarta, dan bagi mereka pendatang baru yang belum punya rumah di Jakarta mereka terpaksa mendirikan tempat tinggal di pinggiran Jakarta, sungguh ironi memang karena tempat mereka yang kumuh tidak jauh dengan area perkantoran dan gedung gedung tinggi. Apakah mata masyarakat sudah buta dengan fenomena ini? Apakah mereka tidak merasa harus membantu orang yang susah, yang sudah jelas jelas ada di depan mata mereka?. Moral bangsa kita sungguh terinjak injak dengan kemiskinan yang luar bisa, tetapi kita malah membiarkan itu terjadi dimana makna arti ideologi Pancasila sebenarnya.
Potret lain dari wajah Jakarta adalah “BANJIR” suatu permasalahan yang tak kunjung kunjungnya ada penyelesaian yang berarti, semua itu disebabkan banyak nya orang yang membuat rumah yang system drainasenya kurang, lahan pembuangan sampah makin menyempit terhimpit oleh rumah rumah baru yang tumbuh pesat yang menyebabkan masyarakat sekitar membuang sampah ke kali, itu merupakan suatu polemik, karena banyak daerah kumuh yang terletak di pinggiran bantaran sungai ciliwung , mereka mendirikan rumah rumah semi permanent maupun permanent. Orang orang yang tinggal disana sudah terbiasa membuang sampah ke sungai ,mereka juga mandi disana mencuci baju dan alat alat rumah tangga disana, lingkungan yang tercemar menyebabkan timbulnya wabah wabah penyakit, yang sudah pasti akan menganggu kesehatan masyarakat yang tinggal di daerah itu.
Kami menemukan salah satu factor yang menyebabkan munculnya lingkungan yang kumuh, yaitu bertambahnya penduduk di kota kota besar, khususnya di Ibukota Jakarta , perpindahan penduduk dari luar pulau yang menuju ke Ibukota Jakarta sangat tinggi, mulai dari pulau Sumatra, Kalimantan , Sulawesi , Jawa dan lainnya. Itu yang menyebabkan banyaknya orang orang baru yang tiap hari bermunculan di Jakarta dengan hanya itu tadi , membawa modal nekad saja tanpa adanya skill yang menyokong mereka, maka dari itu tidak aneh bila mereka kebanyakan hanya menjadi pemulung, pengemis dan lain lain. Keadaan ini menyebabkan semakin padatnya penduduk yang tinggal di perkotaan.
Orang tua dulu pernah bilang yang kaya semakin kaya yang miskin semakin miskin, mungkin itu memang benar, karena itu yang terjadi sekarang pada wajah Indonesia , Jakarta khususnya, yang kaya makin kaya yang miskin kok makin banyak, seharusnya pertumbahan itu seimbang, seharusnya orang orang kaya yang mempunyai uang berlebih membantu rakyat miskin, yaaa memang tidak semua orang kaya gelap mata, tapi hampir semua dari mereka mempunyai Valance[2] yang rendah, nilai yang rendah terhadap lingkungan social yang ada pada saat ini, padahal tiap hari mereka melintasi lingkungan kumuh setiap akan mereka berangkat kerja, pergi ngantor, dan lain lain.

Apakah kanker individualistic yang di tularkan oleh Adam Smith sudah menjalar jauh dari dugaan kita,? Kanker itu sudah masuk ke dalam system pemerintahan kita, kita sudah ter-install dengan faham itu, dan ideologi Pancasila mulai tergeser, pancasila bukan menjai sebagai ideologi sekarang , tapi tak jauh menjadi seperti sebuah BRAND, menjadi sebuah merk Negara yang hanya manjadi pajangan di depan kelas, di dinding kantor , maupun di ruang persentasi. Nilai yang terkandung di dalamnya sedikit demi sedikit mulai terkikis.
Perbedaan yang sangat jauh , GAP yang terlihat amat sangat jelas antara kehidupan orang kaya dan orang miskin, yang mengejutkannya lagi mereka hidup berdampingan , dalam artian mereka hidup tidak berjauhan , kita ambil contoh dari salah satu orang yang hidup di lingkungan elite, kita ambil pada Apartemen Senayan Residence,beliau adalah bpk Harisni  bekerja sebagai manajer HR di Petrochina, dia tinggal di apartement itu karena apartement itu dekat dengan tempat dia bekerja dia punya seorang istri dan 3 orang anak, mereka punya rumah di cibubur, keluarga mereka kadang tinggal seminggu di apartement dan kadang seminggu di rumah cibubur, semua itu yah tergantung anak anak dan maunya istri menurut Pa Harisni, kita bisa lihat dari salah satu sample tersebut bahwa seseorang yang mempunyai rumah masih juga menyewa apartement, yang perbulannya menghabisakan 7-8 juta rupiah perbulan belum buat makan setiap harinya bisa mencapai 200 ribuan, beda jauh dengan yang di daerah kumuh mereka makan sehari bisa 15 ribu untuk satu keluarga kecil, sungguh perbedaan yang jauh. Kenapa GAP yang sangat jauh tercipta dari sample diatas, apakah kita konsisten dengan perumusan pembangunan negara kita, sehingga pertumbuhan masyarakat yang dinginkan tumbuhnya menjadi tidak seimbang,?bagaimana kinerja pemerintahan untuk mengatasi kemiskinan ynag terus menerus meningkat?. Itu merupakan segelintir pertanyaan pertanyaan yang sudah pasti sudah sering kita dengar, tapi masalahnya kita di suruh menyelesaikan masalah yang kita sama skali belum tahu apa sebenarnya masalah itu. Apakah dari segi sistem pemerintahan kita atau dari segi individu mereka sendiri yang menjadikan form atas mereka sendiri, permasalahan yang kompleks dan membutuhkan penyelesaian yang segera dilakukan.
Apakah kaya membuat nilai social kita berkurang , apakah harta membutakan mata kita, mata secara rill maupun mata hati kita, seharusnya orang berkecukupan membantu orang yang lebih rendah tingkat ekonominya, dan itu baru merupakan cerminan dari Ideology Pancasila bukannya dari faham individualistic dan faham faham Adam Smith lainnya. Perbedaaan yang jauh antara si miskin dan si kaya harusnya membukaan pola pikir kita, mind set, kita tentang permasalahan ini, di Jakarta masih banyak yang kelaparan di suatu sisi banyak orang yang berkecukupan yang makan berlebihan dan makanan yang tidak terhabiskan pada akhirnya akan terbuang sia sia, tingkat kepedulian inilah yang harus di tingkatkan dan peran pemerintah yang turut serta dalam pemulihan atau restorasi dalam menanggulangi masalah ini, masalah si miskin dan si kaya
Dalam hal ini pihak yang berwenang menangani masalah atas lingkungan kumuh itu, sebenarnya bukan pemerintah setempat saja yang harus menangani itu tapi kita sebagai warga Negara Indonesia wajib turut serta ikut dalam menagani masalah itu. Bagi masyarakat daerah dengan Pemda harus bekerja sama lagi untuk membangun daerahnya masing masing, agar pembangunan yang merata terjadi di setiap daerah dan terciptanya lapangan kerja. Itu yang sebenarnya sudah menjadi slah satu program pemerintah kita, kepala BAPEDA Ir. Nurfakih Wirawan, M.Sp sudah mencanangkan program 81 kota kecil akan menjadi kota dan 28 kota itu akan menjadi embrio kota[3] Bila itu semua dapan di jalankan maka akan mengurangi tingkat laju orang yang pergi merantau ke kota. Dan dari situ mulai di konsentrasikannya pembangunan daerah masing-masing , meningkatkan taraf hidup di daerah daerah yang terbelakang dari segi ekonomi dan teknologi, ini merupakan suatu tugas yang sulit bagi Negara kita, Negara yang masyarakatnya belum mengerti apa sebenarnya makna dari Pancasila tersebut, seyogyanya bila mereka tahu , kita tahu, maka kita tidak akan sampai ke titik sperti ini sekarang , ingat kita belum sampai ke yang terburuk. Apakah benar suatu proses yang dilaksanakan di Indonesia begitu lamanya seperti contohnya pindahnya Ibukota Negara yang sudah di gagas dari ahun 1960-an tapi sampai sekarang belum terealisasi juga.
Indonesia negeri yang memiliki sumber daya alam yang melimpah, secara akal fikiran Negara Indonesia tidak mungkin akan miskin karena banyaknya SDA , tapi pada kenyataan kita terjajah di negeri sendiri, kita masih miskin, kita merdeka secara bangsa tapi tidak secara ideology. Maka dari itu tugas kita adalah menjadi manusia yang berdaya saing tinggi dan mempunyai moral yang tinggi masyarakat yang madani sesuai dengan perumusan pembangunan kita, dari situ yang akan mengahantarkan kita kepada visi dan misi Indonesia itu sendiri yaitu
 “BERDAULAT ADIL DAN MAKMUR, DAN MENJALANKAN MAKNA SEBENARNYA PANCASILA”.
Peningkatan moral dan nilai anak bangsa sangatlah perlu agar tidak hanya memiliki materi mereka yang kaya tapi hati juga yang kaya. Sehingga anak bangsa Indonesia bukan hanya menjadi PEMBESAR tapi juga menjadi PEMULIA, bila semua berjalan setara dan seimbang maka anak bangsa Indonesia akan “MEMEBESARKAN KEMULIAAN”




[1] Perubahan dan penyebaran informasi yang sangat cepat dan informasi yang baru muncul setiap detiknya di dunia
[2] Nilai (Valence) adalah akibat dari perilaku tertentu mempunyai nilai / martabat tertentu (daya/nilai motivasi) bagi setiap individu yang bersangkutan. PRILAKU ORGANISAI,KHAERUL UMAM.PUSTAKA SETIA.2010

[3] tv one.Apa kabar Jakarta Pagi,27 0ct 2010

0 Response to "Daerah Kumuh Vs Daerah Elit part 1"

Post a Comment